Rabu, 17 Maret 2010

PERSIAPAN PASKAH

CINTA- Apa sih cinta? Kerap kata ini terucap oleh manusia-manusia yang sedang dirundung keindahan relasional, terutama antar dua pribadi manusia entah itu lawan jenis entah itu sejenis. Keindahan relasional itu menumbuhkan di dalam hatinya suatu gerakan untuk mengalihkan perhatian dari diri sendiri kepada "dia" yang telah menumbuhkan keindahan itu. Di situlah kemudian tumbuh, berkembang -CINTA-. Nah, cinta yang ada di dunia ini, baik, apabila senantiasa kita cerminkan kepada CINTA-NYA, yang telah dianugerahkan kepada manusia-manusia, sejak awal mula: sejak hari pertama, manusia itu dibentuk, dibangun dan dilahirkan serta dihidupi oleh CINTA-NYA. Inilah perayaan Paskah. Perayaan akan CINTA-NYA yang sepenuh-penuhnya telah DIA berikan kepada manusia, yang dicintai-Nya. Perayaan yang bukan sekedar "gebyar" sesaat: aksi sosial, aksi "kebaikan-kebaikan", aksi Paskah, yang notabene setahun sekali dirayakan. Namun, Perayaan ini merupakan perayaan seumur hidup, setiap saat, karena CINTA-NYA selalu senantiasa kepada kita.


Setiap tahun dalam kalender masehi, ada satu liburan, yang dinamakan "wafat Isa Almasih", yang tidak lain dan tidak bukan perayaan bagi umat Katolik dan Kristen untuk mengenangkan kesengsaraan dan wafat Tuhan Yesus di kayu Salib. Dalam tata liturgi Gereja Katolik, perayaan ini dimahkotai dengan perayaan pekan Suci, yaitu perayaan minggu palma (hari minggu sebelumnya), perayaan kamis putih, perayaan jumat agung, dan perayaan paskah. Dalam perayaan-perayaan itu, yaitu selama pekan suci, murid-murid Tuhan Yesus diajak untuk merenungkan kisah CINTA Allah kepada umat-Nya. Renungan yang harapannya semakin menumbuhkan cinta umat kepada Allah dan mewujudkan cinta itu dalam perhatian dan pemberian cinta yang tulus kepada sesama.

Perayaan Minggu Palma adalah perayaan pengenangan kesengsaraan Tuhan Yesus, yang dielu-elukan sebagai Raja ketika memasuki kota Yerusalem. Perayaan ini mengingatkan kita bahwa harapan kerap kali menjadi sumber semangat dalam hidup kita sekaligus harapan juga menjadi sumber keterpurukan, terlebih ketika harapan itu tidak terwujud. Yesus dielu-elukan oleh pengikut-Nya dengan pengharapan bahwa Ia akan menjadi pemimpin untuk membebaskan Israel dari penjajahan Romawi. Pengikut-Nya amat sangat bersemangat memuji Dia dan mengarakknya masuk kota Yerusalem. Akan tetapi, apa yang terjadi? Yesus tidak mau mengalahkan penjajahan, penindasan, dan kekerasan dengan kekerasan "pemberontakan", melainkan dengan pengurbanan diri, menjadi kurban kebengisan dan kekerasan. Yesus yang diarak sebagai "Raja", bukanlah raja yang menggunakan kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaan dan mewujudkan pengharapan; melainkan menggunakan "kekuasaan"-Nya dengan cinta yang taat sampai mati. Kebengisan dan ketidakadilan diterima-Nya dengan keberanian tanpa melawan, melainkan mengungkapkannya dengan menerima semua itu dengan tetap taat kepada kehendak Allah.

Perayaan Kamis Putih, menjadi ungkapan cinta Yesus itu kepada pengikut-pengikut-Nya, "kamu menyebut aku Guru dan TUhan, dan katamu itu tepat, sebab memang aku Tuhan dan Gurumu. Jika aku TUhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka hendaklah kamupun saling membasuh kaki satu sama lain." Warisan cinta yang diberikan Yesus menjadi kekuatan ampuh untuk melawan kekerasan, ketidakadilan dan bahkan kesengsaraan dan kematian, menjadi suatu "kebangkitan" dan kesukaan. Di situlah pula, dalam makna cinta, terkandung pemberian diri yang tulus demi keselamatan dan kehidupan manusia yang dicintai-Nya. di dalam cinta itu pula, terkandung perendahan diri yang total, bukan status yang dipertahankan, bukan harga diri yang dibela; melainkan yang dibela adalah "nasib" manusia yang dicintai-Nya meskipun Ia harus menderita dan harus mati dengan keji dan hina. Kekuatan cinta seolah-olah, memang, tidak mengubah keadaan tertentu menjadi lebih baik; tetapi, kekuatan cinta membuat seseorang menghadapi keadaan tertentu dengan setia dan taat untuk menyelesaikannya dengan sempurna. Kekuatan cinta membuat orang berani untuk memberikan diri yang paling baik dan sempurna pada yang dicintai-Nya, meskipun yang dicintai-Nya itu, beraneka ragam sifat dan karakternya: ada yang lari karena takut, ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang cuma melihat dari kejauhan, ada yang malah menyangkal Dia, bahkan mengkhianati Dia juga. Inilah kekuatan cinta yang sungguh, tidak memandang apa yang dilakukan manusia terhadap-Nya, melainkan kekuatan yang menggerakkan untuk memberikan diri agar kehendak Allah terwujud, yaitu keselamatan dan kehidupan diperoleh dan dianugerahkan kepada manusia.

Pemberian diri yang sempurna itulah kita kenangkan pada hari Jumat Agung, perayaan wafat Tuhan kita Yesus Kristus di kayu salib, sebagai konsekuensi keselamatan yang hendak diberikan-Nya kepada manusia. Keselamatan yang membuat manusia bisa hidup, bisa berharap, bisa melangkah maju, menyongsong masa depan, suatu pintu kemerdekaan yang dilewati oleh setiap manusia sehingga manusia itu bisa masuk kedalam terang kehidupan yang melegakan. Tentu saja, wafat Tuhan Yesus, bukanlah hal yang harus kita tangisi atau "seolah-olah" ikut-ikutan sedih mengenangkan wafat Yesus, "Hai perempuan-perempuan, jangan tangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu." Itulah sapaan Yesus kepada perempuan-perempuan yang mengikuti DIa di jalan salib, yang meratapi nasib Yesus. Yesus mengatakan tidak perlu ditangisi, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu. Ini mau mengatakan bahwa Yesus yang sengsara dan wafat, tidak perlu kita sedihi atau bahkan tangisi dan ratapi, tetapi marilah kita syukuri sebab melalui kesediaan-Nya untuk melaksanakan kehendak Allah dengan sempurna, Ia telah rela untuk menerima semua itu, rela menjadi kurban pendamaian kedosaan manusia dengan Allah. Akan tetapi memang, dalam kenyataan hidup kita, kerap kita tidak mudah untuk bersyukur...

Hari paskah, menjadi puncak seluruh iman kita akan Yesus yang bersengsara dan wafat. Puncak dari perjuangan hidup yang dengan setia dan taat terus dijalani dan diarahkan kepada kehendak Allah, meskipun hidup yang dijalani itu tidak selalu lancar dan sukses, meski hidup yang dijalani itu bahkan banyak mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan, penuh ketidakadilan, pengkhianatan, dan lain sebagainya. Hari Paskah, hari Yesus dibangkitkan oleh Allah pada hari ketiga, menjadi titik peneguh bagi manusia bahwa hidup bukan berakhir pada kematian, melainkan berakhir pada kehidupan dan kemuliaan. Oleh karena itu, seharusnya, kita-kita ini dapat menjalani hidup kita masing-masing dengan setia dan taat, lebih-lebih, ketika hidup kita penuh penderitaan, kesengsaraan, bahkan juga kematian. Kesetiaan menjalani hidup yang seperti itu, terutama, akan menghantar kita pada kebangkitan...karena penderitaan dan kematian, kesengsaraan dan aneka macam dinamika kehidupan yang pernah, sedang, atau akan kita jalani bukan berakhir pada kesengsaran dan penderitaan, melainkan pada kebangkitan. kesetiaan menjalani hidup, menghantar kita pada sukacita, kebangkitan karena Allah.

Oleh karena itu, baik, apabila kita sungguh mempersiapkan perayaan Paskah dengan pertama, hati yang bersih dan suci, terbebas dari noda-noda dunia, meski sekecil apapun. apabila masih ada noda-noda di hati kita, baiklah kita bersihkan: berdamai dengan sesama, menghindari dosa, selalu bersabar, menerima keadaan diri dengan gembira, dan lain sebagainya. Mengapa kita perlu membersihkan hati kita....supaya kita layak merayakan paskah ini dengan suka cita, supaya paskah ini, Yesus yang kembali menorehkan cinta-Nya, dapat menorehkan cinta itu di hati kita yang putih bersih. kedua, kita merenungkan "menangisi" diri kita sendiri dan anak-anak kita. Artinya, marilah kita mengevaluasi diri kita sendiri: seberapa beratkah dosa-dosa yang kulakukan selama ini? satu kilo? dua kilo? lima kilo? sepuluh kilo? seratus kilo? dan lain sejenisnya. seberapa berat? Apabila dosa kita itu, misalnya beratnya aku timbang-timbang ada lima kilo...Apakah selama ini kita berani memikul sendiri berat dosa itu, yang lima kilo itu? ataukah berat dosa itu....malah kita tambahkan di salib Yesus? sehingga salib-Nya menjadi semakin berat? Dalam arti lain adalah, kalau dosaku itu adalah lima kilogram beratnya, berarti kita mustinya berani untuk menanggung beban "lima kilogram" itu di dalam hidup kita setiap saat karena dosa kita sendiri. Oleh karena itu, seharusnya, apabila kita merasa hidupku koq berat ya....ya memang berat, karena kita menanggung berat "lima kilogram" itu. Konkritnya, silahkan anda menjinjing barang seberat lima kilogram selama sehari. itu bisa membantu kita merenungkan beban dosa, yang seharusnya kita tanggung, tetapi malah beban itu ditanggungkan kepada Yesus.
Ketiga, marilah kita bersyukur atas hidup kita masing-masing entah itu hidup yang penuh kebahagiaan ataupun penderitaan...karena Yesus telah bersolider dengan kita, mau bersama-sama dengan kita untuk menderita. sekaligus, kita bercermin pada sikap Yesus ketika berhadapan dengan penderitaan dan kematian. semoga dengan kita bersyukur, kita pun akan mudah untuk berbagi kebaikan dengan sesama sebagai ungkapan syukur atas hidup yang dianugerahkan kepada kita, atas kebangkitan dan kemuliaan yang diberikan-Nya untuk kita. amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar