Selasa, 23 Juni 2020
Hukum Sebab akibat - Renungan Harian Selasa 23 Juni 2020
Kethoprak Milenial - Permenungannya - Nonton Rama Nangis -
Minggu, 21 Juni 2020
DIMATAMU ADA PELANGI, sejatinya hidup itu wang-sinawang - Renungan Haria...
Kethoprak milenial - Part.05 - Yesus disiksa dan disalibkan.
Sabtu, 20 Juni 2020
Rawe-rawe rantas dalam beriman - jangan takut! Renungan harian Minggu 21...
Jumat, 19 Juni 2020
Anak berbuat, Orangtua tanggung akibat - Renungan Harian Sabtu 20 Juni 2020
Ilmu Padi: ndungkluk tundhuk, ndangak congkak, Renungan harian Jumat 19 ...
Rabu, 17 Juni 2020
JANGAN Besar Kepala - Renungan Harian Rabu 17 Juni 2020
Selasa, 16 Juni 2020
Mencintai Musuh -Tresnanana Mungsuhmu! Renungan Harian 16 Juni 2020
Minggu, 14 Juni 2020
Renungan Harian Katolik: Matius 5:38-42 (Senin 15 Juni 2020). Pepadhang ...
Katekese Ekaristi: Hari Minggu, Misa atau ke "Tawangmangu"?
Sabtu, 24 November 2012
PESAN NATAL 2012
Rabu, 15 Februari 2012
SURAT GEMBALA PRAPASKA 2012 KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
"LAKUKANLAH PEKERJAAN BAIK MESKI KECIL DAN SEDERHANA SEKALIPUN"“
1. Hari Rabu yang akan datang, tanggal 22 Februari 2012, kita akan memulai masa tobat atau masa prapaska. Bagi kita masa prapaska merupakan masa khusus dan istimewa, karena disebut juga sebagai retret agung umat. Masa itu menjadi masa yang sangat baik untuk meneliti hidup kita, apakah hidup kita selaras dengan kehendak Tuhan. Masa prapaska juga menjadi kesempatan yang sangat istimewa untuk bersyukur kepada Tuhan, karena kita orang yang lemah dan berulang kali jatuh dalam dosa senantiasa dikasihi oleh Tuhan yang mahakasih. Cinta kasih Tuhan yang begitu dalam tersebut dikisahkan amat indah oleh nabi Yesaya yang diwartakan hari ini, ”Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” (Yes 43:25). Sabda Tuhan ini mengingatkan kita, agar mau membangun pertobatan yang sejati. Tuhan tidak pernah menghukum, namun Tuhan selalu memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat.
Membangun pertobatan sejati berarti berani memulai hidup baru, dengan meninggalkan cara hidup lama. Untuk memulai hidup baru, melalui nabi Yesaya Tuhan mengingatkan kita, ”Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala” (Yes 43:18). Dalam bacaan Injil hari ini wujud hidup baru tersebut tampak jelas dalam peristiwa penyembuhan orang yang tadinya lumpuh, dapat berjalan (bdk. Mrk. 2:1-12). Hal itu terjadi karena kehendak dan cinta kasih Yesus sendiri kepada orang lumpuh yang berharap akan belas kasih Tuhan. Maka, kita semua diajak untuk membuka diri terhadap bimbingan Tuhan, agar bisa hidup secara baru meninggalkan dosa-dosa kita.
Saudari-saudaraku yang terkasih
2. Ada dua hal penting untuk dihayati selama masa prapaska sebagaimana ditegaskan oleh Konsili Vatikan II, “dua ciri khas masa ‘empat puluh hari’, yakni terutama mengenangkan dan menyiapkan baptis dan membina pertobatan” (Sacrosanctum Concilium 109). Jika dua hal itu dihayati dalam hidup, saya yakin masa prapaska akan menghasilkan buah yang sangat berguna bagi kehidupan kita bersama di tengah-tengah Gereja dan masyarakat.
3. Dengan diterangi sabda Tuhan hari ini dengan mantab kita menghayati hidup kerohanian kita selama masa prapaska. Salah satu buah yang dapat kita petik dari pertobatan kita adalah semangat gotong-royong, tulus menolong dan tumbuh suburnya kepedulian terhadap sesama. Semangat, ketulusan dan solidaritas seperti itu-lah yang diceritakan di dalam Injil hari ini. Ketika melihat orang lumpuh yang akan berjumpa dengan Yesus, orang-orang di sekitarnya dengan rela hati mem-berikan pertolongan. Yang sangat mengharukan dari kutipan tersebut diceritakan dengan amat indah, ”Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepadaNya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap di atasNya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu” (Mrk 2:4). Meski ada kendala, mereka tidak menyerah. Hanyalah satu hal keinginan mereka, orang lumpuh itu sampai di depan Yesus, sembuh dan bisa berjalan.
4. Melihat orang yang lumpuh, mereka bergegas memberikan pertolongan; tidak ada yang menyuruh atau meminta tetapi keluar dari ketulusan hati. Mereka bertindak karena didorong oleh iman. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Yesus kepada orang lumpuh itu, ”Hai anakKu, dosamu sudah diampuni” (Mrk 2:5). Orang-orang memberikan pertolongan karena kepedulian, ketulusan dan solidaritas kemanusiaan kepada sesama. Hal ini menjadi daya dorong bagi kita semua untuk melakukan sesuatu, jika ada orang di sekitar kita yang membutuhkan pertolongan.
Kisah seperti dalam Injil tadi ternyata masih dapat dijumpai saat ini. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat sharing dari seorang dokter: “Suatu hari rumah sakit kami menerima seorang pasien, “Bu Fatimah”; diantar oleh seorang pemuda. Keadaannya sangat buruk: badan kurus, berbau, luka gangren, wajah pucat dan tampak depresif. Pemuda itu berkata kepada perawat: ‘Ini bukan Ibu saya tetapi saya menemukannya dari alun-alun kota. Saya membawanya ke sini karena rumah sakit ini pasti mau menolong Ibu ini’. Setelah dirawat beberapa hari Ibu itu mengembuskan nafasnya dengan tenang. Karena tidak ada identitas apa pun, pemakaman Bu Fatimah diurus oleh pihak rumah sakit. Pada saat pemakaman pemuda itu datang bersama pacarnya dan ternyata ia telah memberikan beberapa rupiah kepada Ibu itu untuk biaya perawatan. Bebe¬rapa hari kemudian, waktu ia bermobil lewat di pinggir alun-alun kota, ia jumpai lagi "Bu Fatimah" yang lain tergeletak di sana. Dengan rasa kasih, pemuda itu memasukkan Ibu itu ke dalam mobilnya, dan dibawa ke rumah sakit yang berjarak 40 km dari alun-alun kota tempat tinggalnya”.
Sebagai murid-murid Yesus Kristus kita masih bisa menghadirkan karya baik di sekitar kita seperti pemuda tadi. Meski tidak persis sama seperti pemuda itu, namun saya yakin karya baik yang kita lakukan meski kecil dan sederhana sekalipun akan sangat berguna bagi sesama. Seperti yang diceritakan di dalam Injil hari ini, karena ada kepedulian dan perhatian kepada sesama, maka meski ada kendala, tetap ada juga usaha berbuat kebaikan bagi orang lain. Berkat kebaikan itu orang lumpuh bertemu dengan Yesus dan dapat berjalan. Sikap, semangat peduli, dan ketulusan hati inilah yang harus kita jaga kelestariannya, agar hidup kita menjadi berkat bagi sesama. Empat orang yang mengusung orang lumpuh tadi tidak hanya memikirkan kebutuhan mereka sendiri, namun memikirkan kebutuhan orang lain lebih-lebih orang yang tidak bisa berbuat apa-apa. Demikian juga pemuda tadi: ia tidak jijik dengan keadaan Bu Fatimah. Ia telah membuat Bu Fatimah ‘bertemu dengan Sang Penciptanya’ secara tenang dan bermartabat.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
5. Apa yang dilakukan empat orang terhadap si lumpuh dan pemuda terhadap Bu Fatimah mengingatkan kita, bahwa tolong-menolong, saling peduli menjadi keutamaan hidup yang harus tetap dipupuk dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat. Kita tidak bisa tinggal diam, jika masih melihat keadaan yang memprihatinkan. Kita harus berani berbuat sesuatu demi kebaikan. Meskipun yang kita perbuat itu hal yang sangat kecil dan sederhana, namun pasti sangat berguna. Apa yang kita perbuat itu bisa jadi tidak kelihatan atau tidak membuat kita menjadi populer dan terkenal, bahkan oleh orang-orang tertentu dianggap cari perhatian. Berbuat baik tidak untuk mencari pujian atau mencari popularitas diri. Kita berbuat baik karena didorong iman kita, dan sebagai bentuk kesaksian sebagai murid-murid Yesus Kristus. Sebagai murid-murid Yesus Kristus kita melakukan perbuatan baik, terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
6. Dilandasi oleh iman dan sabda Tuhan hari ini, saya mengajak para Ibu/Bapak/Suster, Bruder/Rama/orang muda/ remaja dan anak-anak untuk memasuki masa prapaska dan merenungkan tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2012, yaitu Katolik Sejati Harus Peduli dan Berbagi. Saya mengajak Anda semua untuk terus mengupayakan hidup kekatolikan kita. Tanpa ragu-ragu memberikan kesaksian hidup sebagai murid-murid Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat. Berbuat kebaikan bagi siapa saja tanpa memandang pangkat dan kedudukan. Berani meninggalkan sikap serakah dan mengutamakan sikap bersyukur. Karena bagi kita lebih baik menderita karena berbuat baik daripada menderita karena berbuat jahat. Sikap dan keutamaan hidup seperti inilah yang selalu kita wujudkan setiap tahun dalam gerakan APP.
APP yang sudah berjalan selama empat puluh tahun ini menjadi contoh konkret, bahwa kita selalu peduli kepada sesama. Maka ketika kita memasuki masa prapaska dan mengadakan APP bukan diri kita sendiri yang pertama-tama dipikirkan, namun orang lain yang lebih membutuhkan. Puasa dan pantang kita telah berbuah bagi sesama. Apa yang kita lakukan selama ini dalam rangka prapaska sebenarnya menjadi penegasan apa yang disampaikan oleh para pemimpin Gereja. Di dalam dokumen Konsili Vatikan II ditegaskan, ”Pertobatan selama empat puluh hari itu hendaknya jangan hanya bersifat batin dan perorangan, melainkan hendaknya bersifat lahir dan sosial kemasyarakatan” (Sacrosanctum Concilium 110)
7. Akhirnya, para Ibu, Bapak, Suster, Rama, Bruder, orang muda, remaja dan anak-anak yang terkasih, dilandasi iman yang teguh marilah dengan gembira hati dan mantab kita mulai masa tobat, masa prapaska ini. Semoga apa yang kita renungkan bersama di lingkungan-lingkungan dan komunitas-komunitas maupun di dalam kelompok kategorial semakin meneguhkan jatidiri kita sebagai orang Katolik sejati, yaitu peduli dan rela berbagi. Dengan begitu permenungan yang kita jalani dengan setia bisa menghasilkan buah melimpah-limpah bagi banyak orang yang susah dalam hidupnya. Berkat Tuhan senantiasa melimpah bagi Anda semua, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas dan paguyuban Anda. Tuhan meneguhkan karya baik Anda semua, meski sederhana dan kecil sekalipun.
Perkenankan saya menutup surat ini dengan berpantun,
Lungguh dingklik nang ngisor wit waru
Sinambi ngisis ngicipi roti
Dadi wong Katolik aja mangu-mangu
Kudu peduli lan rila andum rejeki
Salam, doa dan Berkah Dalem,
† Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang
PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI UNTUK MASA PRAPASKAH 2012
Bapa Paus Benediktus XVI
Rabu, 24 Agustus 2011
HAL-HAL PRAKTIS SAKRAMEN DAN SAKRAMENTALI
I. Sakramen Baptis
- Baptis Bayi/Anak
· Dilaksanakan pada saat anak berumur antara 0-7 tahun (bdk. Kan 7 § 2, Kan 11).
· Prinsip pokok: adanya jaminan pendidikan iman katolik bagi anak.
Bagaimana jika orang tua tidak/belum katolik atau perkawinan orangtuanya bermasalah/tidak sah? Baptis tetap bisa dijalankan asal ada jaminan pendidikan iman anak (bdk. SKRJ pasal 84).
· Syarat administratif: 1) surat baptis orang tua (bila ada), 2) surat menikah orang tua (sejauh ada – tidak berlaku bila anak lahir di luar kondisi normal. Misalnya, korban perkosaan, hasil selingkuh tanpa menikah, kumpul kebo, dsj), 3) pengantar pengurus lingkungan.
· Bila usia anak sudah lebih dari 7 tahun, sebaiknya menunggu baptisan dewasa (mulai kelas 6 SD ke atas). Atau tetap bisa baptis, hanya tidak langsung terima komuni I. Perlu menunggu sampai umur menerima komuni I, yaitu 10 th atau kelas 4 SD.
- Baptis Remaja/Dewasa
· Mereka dianggap sudah dewasa untuk mengambil keputusan, termasuk untuk baptis.
· Syarat-syarat yang harus dipenuhi:
a. Menempuh pelajaran katekumenat secukupnya. Kira-kira 1 tahun dengan frekwensi pelajaran agama sekitar 40-50 jam (SKRJ pasal 80 ay 1).
b. Meminta pengantar (rekomendasi) dari pengurus lingkungan.
c. Bila sudah menikah, menyertakan fotokopi surat nikah. Bila dulu menikah di luar Gereja dengan pasangan yang sudah baptis katolik, sebelum ia baptis, pernikahan harus dibereskan/disahkan terlebih dahulu. Tetapi, bila dulu menikah di luar Gereja dalam kondisi keduanya belum baptis, tidak menjadi masalah.
d. Tidak dalam keadaan melanggar ajaran Gereja (masih percaya kepada tahyul, klenik, mempunyai jimat, dsj, perkawinan belum sah, dsb).
- Baptis Darurat
· Baptis yang diberikan kepada mereka yang hampir meninggal.
· Syarat-syarat yang harus dipenuhi:
a. Diberikan pada saat yang bersangkutan belum meninggal. Bila sudah meninggal, pembaptisan tidak dilaksanakan. Bila masih koma, pembaptisan boleh dilaksanakan.
b. Calon sudah atau sedang mengikuti pelajaran calon baptis (sebagai katekumin).
c. Jika ia bukan katekumin, ia pernah menyatakan keinginannya untuk menjadi katolik. Untuk ini, perlu ada saksi.
d. Ada yang menjamin/mendampingi pendidikan iman katolik jika kelak yang bersangkutan sehat kembali.
e. Pembaptisan bisa dilaksanakan oleh siapa saja (termasuk oleh orang bukan katolik, asal tahu formanya - dibaptis dalam nama Bapa, Putera, Roh Kudus, dan tahu materianya – diguyur atau ditenggelamkan dalam air).
f. Bila tidak jadi meninggal, yang bersangkutan tidak boleh begitu saja menerima pelayanan sakramen yang lain, misalnya komuni atau krisma. Sebelumnya harus dipersiapkan secara memadai.
· Segera dicatatkan pada buku baptis paroki oleh ketua lingkungan dibantu sekretariat paroki.
- Baptis Bersyarat (kan. 869)
· Baptis yang diberikan kepada mereka yang dulu pembaptisannya diragukan keabsahannya. Ini disebut baptisan sub conditione. Misalnya
Ø dulu ketika baptis dalam kondisi sakit berat sehingga tidak merasa pasti apakah dalam kondisi masih hidup atau sudah meninggal meski kini hidup kembali;
Ø ketika baptis dalam situasi gawat (perang), belum sempat mencatatkan dan sekarang lupa;
Ø ketika baptis masih bayi, para saksi sudah tidak ada lagi, dan belum dicatatkan di paroki tempat baptis. Sementara menurut cerita, katanya sudah pernah baptis.
· Formanya (kata-kata pembaptisannya): “Seandainya baptismu yang dulu belum sah, aku membaptismu dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.”
· Maka, pembaptisan bersyarat bermaksud menegaskan dan meyakinkan kalau baptis yang pernah diterima dulu diragukan keabsahannya, baptis yang sekarang ini yang dianggap sah. Tetapi, seandainya baptis yang dulu sudah sah, baptis yang sekarang dianggap tidak berlaku.
· Pembaptisan kemudian dicatatkan pada buku baptis di paroki. Bila sudah pernah tercatat dalam buku baptis, kemudian ditambahkan keterangan tentang dilakukannya pembaptisan bersyarat (sub conditione).
Catatan Tambahan untuk Sakramen Baptis:
1. Bagaimana bila ada orang Kristen yang akan menjadi warga Gereja Katolik?
a. Bagi yang pernah menerima pembaptisan di gereja Kristen, asal pembaptisannya sudah diakui oleh Gereja Katolik, tidak perlu baptis lagi bila ingin menjadi warga Gereja Katolik.
b. Sebelumnya, cukup diberi pembekalan ajaran iman yang khas Katolik (misalnya, sakramen-sakramen, devosi, orang kudus, hierarki, Bunda Maria) dan kemudian diterima di pangkuan Gereja Katolik dengan mengucapkan syahadat para rasul yang panjang di hadapan jemaat.
c. Penerimaan ini dicatat di buku baptis.
d. Kriteria apakah sebuah pembaptisan diakui oleh Gereja Katolik, bisa dilihat dari materia dan formanya. Materinya adalah dengan air yang mengalir atau ditenggelamkan, bukan dipercikkan. Formanya adalah kata-kata pembaptisan yang kurang lebih mengatakan bahwa pembaptisan dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
2. Siapakah emban/wali baptis?
a. Kehadiran emban/wali baptis tidak menjadi syarat mutlak baginya sahnya sebuah pembaptisan. Dalam keadaan gawat/darurat, pembaptisan tetap sah bila tanpa emban/wali baptis.
b. Tetapi, dalam kondisi normal, keberadaan emban/wali baptis hendaknya diusahakan.
c. Dalam kondisi normal, mereka perlu mutlak hadir. Bila tiba-tiba berhalangan, diharapkan supaya mencari ganti.
d. Emban/wali baptis hendaknya dianggap sebagai orang tua sendiri dan mereka hendaknya yang berjenis kelamin sama dengan calon baptis demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
e. Lebih jauh kanon mengatur tentang wali baptis (kan. 874 § 1):
10 ditunjuk oleh calon baptis sendiri atau oleh orangtuanya atau oleh orang yang mewakili mereka atau, bila mereka itu tidak ada, oleh pastor paroki atau pelayan baptis, selain itu ia cakap dan mau melaksanakan tugas itu;
20 telah berumur genap enambelas tahun, kecuali umur lain ditentukan oleh Uskup diosesan atau ada kekecualian yang atas alasan wajar dianggap dapat diterima oleh pastor paroki atau pelayan baptis;
30 seorang katolik yang telah menerima penguatan dan sakramen Ekaristi mahakudus, lagipula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;
40 tidak terkena suatu hukuman kanonik yang dijatuhkan atau dinyatakan secara legitim;
50 bukan ayah atau ibu dari calon baptis.
II. Sakramen Ekaristi (Komuni)
- Syarat-syarat mau menerima komuni:
a. Sudah baptis katolik.
b. Yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan merayakan Misa atau menerima Tubuh Tuhan, kecuali ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku; dalam hal demikian hendaknya ia ingat bahwa ia wajib membuat tobat sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin. (kan. 916).
c. Tidak makan atau minum satu jam sebelum Perayaan Ekaristi (kecuali dalam kondisi sakit). (kan. 919 § 1)
d. Mengikuti seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi secara utuh (kecuali sakit).
e. Boleh menerima komuni lebih dari satu kali dalam sehari dengan intensi/ujub yang berbeda. Ini sebagai bentuk keterlibatan penuh dalam ujub/intensi tersebut. Misalnya, pagi menerima komuni ketika misa harian, masih dapat menerima lagi ketika siang mengikuti Misa pernikahan, sore ikut Misa memule, dsb. (kan. 917)
- Komuni I bagi anak-anak. (kan. 913) Syarat dan ketentuan:
a. Mendaftarkan diri, entah ke sekretariat paroki, ke sekolah, atau pihak lain yang ditunjuk untuk itu.
b. Menyerahkan surat baptis asli.
c. Mengikuti persiapan penerimaan komuni I.
d. Menerima sakramen tobat dulu.
e. Komuni I biasanya diberikan pada hari Raya Tubuh dan Darah Kristus atau pada momen khusus (misalnya, pada saat hari paroki).
f. Diberikan kepada mereka yang mulai duduk di kelas IV SD. Hukum mengatur anak yang dapat menerima komuni bila ia dapat membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa serta menyambut komuni dengan hormat.
g. Lebih lanjut KHK mengatakan (Kan 913):
§ 1 - Agar Ekaristi mahakudus dapat diterimakan kepada anak-anak, dituntut bahwa mereka memiliki pemahaman cukup dan telah dipersiapkan dengan seksama, sehingga dapat memahami misteri Kristus sesuai dengan daya-tangkap mereka dan mampu menyambut Tubuh Tuhan dengan iman dan khidmat.
§ 2. Tetapi anak-anak yang berada dalam bahaya maut dapat diberi Ekaristi mahakudus, bila mereka dapat membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa serta menyambut komuni dengan hormat.
- Komuni I bagi baptisan remaja dan dewasa:
a. Bila pembaptisan dilaksanakan dalam Perayaan Ekaristi, komuni diberikan pada saat itu juga. Bila pembaptisan di luar Perayaan Ekaristi, komuni diberikan pada hari Minggu terdekat setelah pembaptisan.
b. Pada pembaptisan darurat/bersyarat, bila memungkinkan komuni I diberikan pada saat itu juga. Asal yang menerimanya sudah siap dan mengerti.
- Komuni bagi orang sakit:
a. Bagi yang menderita sakit, lansia, dan cacat, bisa dikirim komuni oleh romo, suster, bruder, atau petugas awam (prodiakon).
b. Syarat-syaratnya:
i. Yang menerima sungguh-sungguh sakit, lansia dan cacat.
ii. Yang menerima tidak berada dalam dosa berat (misalnya, membunuh) dan atau melanggar hukum Gereja (misalnya, perkawinan tidak sah).
iii. Sadar dan tahu makna komuni.
iv. Ada jadwal tetap.
- Komuni bagi orang yang mau meninggal (komuni bekal suci/viaticum):
a. Halangan-halangan yang dimiliki oleh yang akan menerima dapat diabaikan.
b. Diberi minyak suci dan kemudian komuni.
- Komuni bagi yang terhalang secara tetap dan tidak bisa diselesaikan:
a. Misalnya, mereka yang menikah secara tidak sah dan tidak bisa dibereskan, entah melalui convalidatio simplex (pemberesan biasa), melalui sanatio in radice (penyembuhan pada akar), melalui tribunal (pengadilan gerejawi) maupun ke rota romana (di Vatikan). Atau mengalami kesulitan untuk menempuh pelbagai cara itu. Proses pemberesannya, silakan lihat pada uraian tentang sakramen perkawinan.
b. Dapat meminta ke panitia pastoral keuskupan untuk mendapatkan kemurahan menyambut komuni, dengan syarat:
i. yang bersangkutan hidup baik dengan dikuatkan oleh dua orang saksi; pernyataan dari 2 orang saksi ditulis secara terpisah.
ii. minta pengantar dari pengurus lingkungan;
iii. menyerahkan surat baptis dan surat nikah (sejauh ada);
iv. menghadap romo paroki agar diuruskan ke panitia pastoral.
c. Kemurahan pastoral ini diberikan bukan berarti Gereja menyetujui dan merestui pelanggaran mereka.
d. Catatan: tidak setiap keuskupan mempunyai panitia pastoral untuk mengurusi hal ini.
III. Sakramen Krisma/Penguatan
- Makna Sakramen Krisma/Penguatan: semakin mendewasakan umat dalam beriman dan membuatnya berani untuk menjadi saksi iman ke luar/ekstern. (Dalam sakramen baptis, umat menjadi saksi iman ke dalam/intern).
- Sakramen ini diberikan oleh bapak uskup atau wakilnya atau pastor lain yang mendapat mandat untuk itu.
- Bagi yang menerima baptisan darurat/lansia, bisa langsung diberikan segera setelah baptis.
- Syarat-syaratnya:
i. Sudah baptis secara sah.
ii. Mendaftar ke sekretariat paroki atau lewat pengurus lingkungan.
iii. Menyerahkan surat baptis asli terbaru.
iv. Mengikuti pelajaran krisma dan latihan.
v. Diberikan pada usia Sekolah Menengah Pertama (13-15 tahun)
vi. Terlebih dahulu menerima sakramen tobat.
vii. Wali krisma idealnya sama dengan wali baptis (kan. 893 §2) , atau menurut kesepakatan lain karena situasi yang menuntut itu.
viii. Pelaksanaan penerimaan menyesuaikan agenda bapak uskup.
IV. Sakramen Perkawinan
A. Persyaratan Pelaksanaan Pernikahan:
1. Calon mempelai (yang katolik) meminta surat pengantar dari pengurus lingkungan.
2. Calon mendaftar ke sekretariat paroki kurang lebih 3 bulan sebelum pernikahan.
3. Memenuhi syarat-syarat sipil dan gerejani. Apa saja syaratnya silakan tanya ke sekretariat.
4. Kedua calon mengikuti kursus persiapan perkawinan.
5. Menghubungi romo paroki untuk konsultasi tentang kapan waktu kanonik, kapan menikah dan bagaimana tatacaranya (juga bagaimana pelaksanaan pernikahan pada masa adven dan prapaska).
6. Perkawinan sebaiknya diberkati oleh romo paroki, kecuali kalau situasi dan kondisi menuntut lain.
7. Dapat menikah di luar paroki asal ada ijin dari romo paroki.
B. Perkawinan tidak sah dan cara pemberesan:
- Mendeteksi keabsahan (validitas) perkawinan:
a. Subyek/Pelaku Perkawinan
i. Dijalankan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (kan. 1055, 1057).
ii. Sehat jasmani dan rohani, serta mampu secara hukum (tidak ada halangan nikah) (kan. 1057, 1083-1094).
b. Perjanjian/kesepakatan diucapkan dengan:
i. Sungguh-sungguh (verus) (kan. 1101 §1)
ii. Penuh, total, tidak mengecualikan sifat-unsur hakiki perkawinan katolik (kan. 1101 §).
iii. Bebas, tanpa tekanan/paksaan (kan. 1103)
c. Pelaksanaan tata peneguhan (kan. 1108)
i. Di depan otoritas Gereja (seorang yang tertahbis: diakon, imam, uskup)
ii. Di depan 2 orang saksi.
- Bila sebuah perkawinan tidak memenuhi kriteria di atas, perkawinan menjadi tidak sah.
- Untuk mengesahkan/membereskan perkawinan yang tidak sah bisa ditempuh dengan salah satu cara berikut:
a. Konvalidasi biasa (convalidatio simplex) (kan. 1156-1160), dengan syarat:
i. ada harapan besar perkawinan lestari sampai akhir,
ii. pihak non katolik bersedia untuk bersama-sama membereskan perkawinan,
iii. pihak katolik membaharui surat baptis di sekretariat paroki,
iv. menyertakan fotokopi surat nikah,
v. minta surat pengantar dari pengurus lingkungan,
vi. pihak laki-laki maupun perempuan menjalani penyelidikan kanonik,
vii. tanpa ada pengumuman pernikahan,
viii. bila sudah siap segalanya, dilangsungkan pernikahan di hadapan otoritas Gereja dan 2 orang saksi,
ix. konvalidasi dicatat dengan jelas di buku baptis dan buku pernikahan.
b. Penyembuhan pada akar (sanatio in radice) (kan. 1161-1165), dengan syarat:
i. ada harapan besar perkawinan lestari sampai akhir,
ii. pihak non katolik tidak bersedia bersama-sama membereskan perkawinan,
iii. pihak katolik membaharui surat baptis di sekretariat paroki,
iv. pihak katolik membuat garis besar riwayat perkawinan, dimulai dari masa pacaran, menikah, sampai punya anak, dan bagaimana pendidikan iman anak.
v. menyertakan fotokopi surat nikah,
vi. minta surat pengantar dari pengurus lingkungan,
vii. pihak katolik menjalani penyelidikan kanonik secara sepihak saja (karena pihak non katolik tidak bersedia),
viii. romo paroki membuat surat pengantar permohonan yang dialamatkan kepada bapak uskup, dengan dilampiri surat-surat tersebut, yakni riwayat perkawinan & permohonan pemberesan pernikahan, foto kopi surat nikah di luar Gereja, dan surat baptis terbaru.
ix. Sementara itu, lembar penyelidikan kanonik disimpan di sekretariat paroki,
x. surat keputusan turun dialamatkan kepada romo paroki untuk disampaikan kepada yang bersangkutan dan dibuatkan surat perkawinan gerejani,
xi. keputusan dicatat dengan jelas di buku baptis dan buku pernikahan.
V. Sakramen Tobat
· Suatu perbuatan disebut dosa bila dilakukan secara sadar, sengaja, dan tahu melawan kehendak Allah.
· Syarat supaya rahmat pengampunan turun: menyesal dengan sungguh dan bertobat.
· Yang berkuasa mengampuni dosa adalah Tuhan Yesus Kristus. Kuasa ini diturunkan kepada para murid, para uskup dan para imam.
· Diterima minimal 2 kali dalam setahun: pada masa adven dan masa prapaska.
· Sebelum pengakuan dosa, diadakan ibadat tobat. Atau upacara persiapan lainnya yang sesuai, yang menyadarkan umat akan kedosaannya dan akan rahmat pengampunan Allah yang melimpah.
· Bagaimanaka bila jumlah peniten massal (500-1000 orang), sementara imam pelayan terbatas (1-2 orang)? Dapat dilakukan absolusi umum, dengan tetap berlaku ketentuan Kan 961. Lebih lanjut Kan 961 mengatur:
§ 1. Absolusi tidak dapat diberikan secara umum kepada banyak peniten secara bersama-sama, tanpa didahului pengakuan pribadi, kecuali:
10 bahaya maut mengancam dan tiada waktu bagi imam atau para imam untuk mendengarkan pengakuan masing-masing peniten;
20 ada kebutuhan mendesak, yakni menilik jumlah peniten tidak dapat tersedia cukup bapa pengakuan untuk mendengarkan pengakuan masing-masing dalam waktu yang layak, sehingga peniten tanpa kesalahannya sendiri akan terpaksa lama tidak dapat menikmati rahmat sakramen serta komuni suci; tetapi kebutuhan itu tidak dianggap cukup jika tidak dapat tersedianya bapa pengakuan hanya karena kedatangan jumlah besar peniten, seperti dapat terjadi pada suatu hari pesta besar atau pada suatu peziarahan.
VI. Sakramen Pengurapan Orang Sakit
· Kapan Sakramen Pengurapan Orang Sakit diberikan?
o Ketika pasien dalam kondisi sakit berat/gawat (menurut medis).
o Ketika menjelang operasi (berat/berbahaya).
o Ketika kondisi usia lanjut yang sudah surut kekuatannya.
o Sakramen dapat diulangi, bila si sakit sembuh, kemudian jatuh sakit lagi. Atau dalam penyakit yang sama timbul krisis baru.
· Dalam kondisi sakit gawat (tidak darurat), menghubungi romo guna merembug kapan romo bisa memberikan sakramen tersebut.
· Dalam kondisi gawat darurat (kritis), bisa menghubungi romo sewaktu-waktu. Untuk ini, sebelumnya perlu dicek sungguh keadaan pasien.
· Jika belum baptis, jika persyaratan terpenuhi, dapat menerima baptis darurat, sakramen krisma, dan viaticum (komuni bekal akhir).
· Bila dalam kondisi sakratul maut, asal yang bersangkutan sudah baptis, semua hal yang menghalangi (misalnya, perkawinan tidak sah, ekskomunikasi, interdik, dsb) bisa diabaikan, dan ia dapat menerima sakramen pengurapan orang sakit. Jika ia membandel dalam dosa berat yang nyata, sakramen jangan diberikan (kan. 1007).
VII. Kematian
· Bila ada kematian di lingkungan, pihak-pihak yang perlu diberi kabar lelayu:
o Umat lingkungan dan pengurusnya,
o Romo paroki untuk merembug jam pemberkatan. Bila romo paroki berhalangan, pemberkatan bisa dilakukan oleh prodiakon paroki atau oleh romo tamu yang dicari berdasarkan kesepakatan. Atau jika mereka semua berhalangan, dapat dipimpin oleh tokoh lingkungan atau yang dituakan,
o Pihak sekretariat Gereja, supaya yang meninggal dicatat di buku baptis dan buku kematian,
o Pihak-pihak lain yang dianggap perlu oleh anggota keluarga.
· Skala prioritas:
Ø Pelayanan kematian bukanlah pelayanan sakramental, melainkan sakramentali. Maka, jika pemberkatan jenazah bareng dengan pelayanan sakramen lain yang sudah disiapkan sebelumnya, hendaknya diprioritaskan secara bijaksana, entah dengan menggeser waktu atau mencari pengganti pelayannya.
Ø Bila terjadi hambatan dalam pemberkatan, misalnya bila yang meninggal katolik tetapi pihak keluarga melarang pemberkatan secara katolik, maka:
o Hendaknya dijelaskan kepada pihak keluarga bahwa pelayanan terhadap yang meninggal disesuaikan dengan iman keyakinannya/agamanya;
o Bila tetap tidak berkenan, pihak Gereja mengalah. Jangan sampai terjadi rebutan jenazah. Namun, tetap mempunyai panggilan untuk mendoakannya dengan cara lain, misalnya didoakan dalam ibadah lingkungan atau didoakan dalam intensi misa, dsb.
o Bila jauh sebelumnya diduga akan terjadi seperti itu, yang meninggal dianjurkan sebelumnya untuk membuat surat wasiat (kalau perlu dengan meteri dan tandatangan 2 orang saksi)
· Untuk mengantar saudara/i yang meninggal, pemberkatan jenazah (tanpa misa) sudah lebih dari cukup. Untuk memulenya (7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun, 1000 hari), bisa dengan misa. Bila akan diadakan misa di depan jenazah, harap diperhatikan 1) persiapannya (dengan sebaik-baiknya) dan 2) sakralitasnya (kekhusukan, kekidmatan, dsj). Pengalaman menunjukkan bahwa ketika misa di depan jenazah, 2 hal tersebut terabaikan.
· Dulu Gereja melarang kremasi. Sekarang mengijinkannya, asal kremasi tidak dimaksudkan untuk menentang ajaran resmi Gereja. (bdk. Kan. 1176 § 3).