Jumat, 18 Februari 2011

MENILAI KARAKTER PELAYANAN

Bercermin dari Yesus dan Keduabelas Rasul-Nya

Memandang Yesus dengan kacamata “manusia biasa seperti kita”.

Yesus adalah manusia biasa seperti kita, yang dilahirkan, tumbuh dan berkembang dengan segala karunia Allah yang diberikan, berkomunitas, dan akhirnya juga mati, seperti kita. Sebagai manusia biasa, istimewanya adalah Yesus sangat menyadari dirinya dan sungguh yakin sebagai yang diutus oleh Allah ke dunia, untuk menjadi pelayan (bdk Mat 20:28; Mrk 10:45), yaitu melayani umat manusia dan bahkan memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang. Itulah semangat awal yang ada pada Yesus sekaligus juga kesadaran diri yang sempurna akan martabat panggilan yang diberikan Allah kepada-Nya.

Sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus pun menyadari akan lebih efektif dan efisien apabila pelayanan yang akan dilakukan-Nya, menyertakan dan melibatkan banyak orang. Apakah karena Yesus tidak mampu? Apakah karena Yesus tidak berani sendiri? Tidak diceritakan dalam injil. Tampaknya para penginjil, hendak mengajak kita memandang secara positif –sebab injil adalah kabar baik– bagaimana kita dapat meneladan Dia secara sempurna dalam karya pelayanan kita. Bahwa melibatkan dan menyertakan orang lain dalam karya pelayanan adalah hal yang positif dan amat sangat berdaya manfaat yang besar.

Sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus di dalam usaha-Nya untuk melibatkan dan menyertakan orang lain menggunakan strategi atau “memilih” bukan untuk membeda-bedakan atau menyingkirkan yang lain, melainkan sekali lagi, secara positif, pilihan atau seleksi yang dilakukan Yesus supaya sungguh karya pelayanannya dapat dilakukan sesuai dengan visi misi hidup-Nya. Dengan memilih, kita boleh menebak-nebak bahwa orang-orang yang dipilihnya tersebut adalah pribadi-pribadi yang berkarakter, dan mendukung tercapainya tujuan pelayanan-Nya. Di sini kita boleh mengistilahkan bahwa pemilihan orang-orang yang dilibatkan Yesus merupakan seleksi strategis yang visioner. Hal ini dilakukan Yesus mengingat –kita tahu dalam injil– bahwa target waktu pelayanan yang dilakukan Yesus hanya tiga tahun. Maka, Yesus sungguh-sungguh sejak awal berupaya untuk membuat keputusan-keputusan yang visioner, yang sesuai dengan visi dan misi karya pelayanan-Nya tersebut, supaya –sekali lagi, tetap efektif dan efisien– dengan cara memilih orang-orang dan membuat mereka selama tiga tahun tersebut menjadi optimal dalam karya pelayanan-Nya.

Sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus tidak memilih langsung banyak orang alias membabi buta. Yesus mencoba memilih orang-orang yang Dia kenal dan jumpai, yang Dia sapa dalam kerangka relasi-Nya dengan Allah. Ketika Yesus hendak memilih orang-orang yang akan terlibat dalam karya pelayanan-Nya, Dia berdoa semalam-malaman (Luk 6:12). Mengapa demikian? Inilah yang kita sebut sebagai discernment spirit (pembedaan Roh), supaya sungguh-sungguh pilihan yang dibuat oleh Yesus memang adalah kehendak Allah, melibatkan Allah dan dibimbing oleh Roh sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang Yesus pilih, pertama-tama bukan berdasarkan keinginan atau kecenderungannya sendiri –biasalah kecenderungan manusiawi kita khan kerap kali kita dasarkan pada suka/tidak suka; untung/rugi; dan sejenisnya– melainkan pertama-tama adalah kehendak Allah.


Sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus tidak memilih langsung sesuai kuota, melainkan dari yang sedikit menuju banyak; dari hanya empat orang saja menuju dua belas orang, tujuh puluh orang, tujuh puluh dua orang dan seterusnya. Di sini kita boleh memaknai bahwa Yesus berupaya untuk menghidupkan dan memelihara dengan setia yang sedikit, yang kawanan yang kecil (bdk Luk 16:10). Sebab, Yesus tentu sangat menyadari bahwa dari yang kecil, yang sedikit, akan didapatinya yang banyak, yang besar.


Sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus tidak memonopoli karya pelayanannya meskipun Dia yang memiliki tanggungjawab penuh tercapainya secara sempurna tujuan pelayanan-Nya. Yesus menyadari bahwa karunia Allah diberikan kepada siapa saja, termasuk kelompok kecil murid-murid yang dipilih-Nya tersebut. Oleh karena itu, Yesus pun kerap kali share dan berdiskusi dengan murid-murid-Nya dan bahkan dengan kelompok-kelompok lain, seperti ahli Taurat, pemuka Farisi dan pemuka Yahudi, meskipun kelompok-kelompok lain tersebut bertujuan untuk menyerang atau menghalang-halangi karya pelayanan Yesus. Hal ini tampak misalnya ketika Yesus meminta pendapat Simon Petrus mengenai Raja yang memungut pajak (Mat 17:25); atau tentang domba yang hilang (Mat 18:12) atau tentang siapakah Dia (Mrk 8:27-30); dengan tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala (Mat 21:23-32); dengan orang-orang Farisi dan ahli Taurat (Mat 22:34-46). Yesus terbuka pada siapapun di dalam karya pelayanannya meskipun tidak semua orang mendukung dan bangkan mencoba untuk menyerang Dia. Keterbukaan inilah, tampaknya yang menjadikan Yesus semakin mampu mengambil sikap yang tepat, bijaksana sekaligus tegas dalam melakukan karya pelayanan-Nya.


Sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus pun tidak melupakan yang namanya kontinuitas (regenerasi pelayan). Dalam melaksanakan karya pelayanan-Nya, Yesus sekaligus juga mengajar murid-murid-Nya untuk siap menjadi pelayan yang mandiri –dan jangan lupa– visioner!, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok murid. Secara khusus dan intern, Yesus melatih para muridnya untuk mengetahui secara pasti apa yang menjadi tujuan karya pelayanan-Nya supaya sungguh-sungguh para murid tahu dan paham betul –consientia– (bdk Mrk 8:31-33; Mrk 9:30-32; serta juga melatih mereka dengan praktek pengalaman konkrit (bdk Mat 11:1; Mrk 6:7; Luk 10:1). Hal ini dilakukan Yesus karena Dia sungguh menyadari bahwa karya pelayanan tidak berhenti hanya pada Dia, melainkan pelayanan yang menyejarah, yang terus berlangsung dalam ruang dan waktu, sampa seluruh umat manusia memperoleh buah penebusan-Nya.


Dan sebagai manusia biasa seperti kita, Yesus melakukan karya pelayanannya sampai tuntas..tas…tas!! Totalitas karya pelayanan-Nya tidak hanya terlihat dalam waktu yang Dia gunakan, di mana di setiap kesempatan, Yesus melakukan karya pelayanan: ketika dalam perjalanan, ketika berkunjung ke rumah orang, dalam kesempatan ibadat di sinagoga, siang dan malam; atau dalam ruang yang Dia manfaatkan: di gunung, di danau, di dataran, di tengah jalan, di Sinagoga atau di Bait Allah; melainkan juga totalitas itu tampak dalam finishing life –hidup yang diselesaikannya– yaitu ketika menjelang wafat-Nya Dia mengatakan “sudah selesai!” (Yoh 19:30).

J-Christ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar