Sebuah tradisi dalam olah kebatinan jawa adalah tapa ngrame. Apa yang terjadi dalam olah kebatinan tersebut tidak lain adalah pelayanan total kepada setiap orang yang membutuhkan bantuan, tanpa pamrih apapun. Yang mau diolah adalah kesediaan diri untuk menjadi pelayan, menjadi keset bagi yang lain sekaligus mempertajam batin yang semakin peka pada kecenderungan enak kepenak kepada mati raga.
Yesus adalah teladan sekaligus model tapa ngrame, yang senantiasa datang menjadi pelayan bagi sesama. Di mana Dia berada, Dia selalu datang dalam kerangka hidup untuk melayani, siap untuk membantu oranglain yang membutuhkan pertolongan. KaryaNya adalah sebuah karya pelayanan hidup bagi sesama. Sebagai manusia, pasti Dia juga mengalami kelelahaan. Akan tetapi, Dia tidak melupakan untuk menyendiri, pergi ke tempat sunyi untuk berdoa, melihat karya pelayananNya itu dalam kerangka Allah Bapa…menghadirkan berkah Bapa bagi sesama. Sehingga, itu dapat menjadi ungkapan syukur yang mendalam, pengabdian dan panggilan luhur dalam hidup.
Salib merupakan puncak pelayananNya sekaligus konsekuensi kematian yang harus diterimaNya demi pelayanan menjadi berkah bagi sesama. Ia pun mengalami kelelahan yang amat sangat bahkan juga merasa ditolak “Ya Bapa mengapa Engkau meninggalkan Aku” seolah-olah pelayanan itu sia-sia dan tidak ada tanggapan positif dari sesama. Yang mengagumkan adalah, kemudian Dia menyerahkan diri “ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” Meskipun dalam kemanusiaanNya Ia mengalami kesia-siaan karya, Dia mengalami pengalaman rohani yang mendalam, suatu penyerahan total pada Bapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar