Kamis, 01 Juli 2010

Homili Julius Kardinal Darmaatmadja SJ

Homili Rm Julius Kardinal Darmaatmadja SJ pada PERAYAAN 27 TAHUN TAHBISAN USKUP dan SERAH TERIMA USKUP AGUNG JAKARTA – Selasa, 29 Juni 2010

Para bapak Uskup, para imam, bruder, suster dan saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus. Terimakasih kepada Anda sekalian yang sekarang berkumpul untuk bersyukur dalam Perayaan Ekaristi ini. Bersyukur karena telah 27 tahun Tuhan Yesus beserta Roh-Nya mendampingi dan meneguhkan saya beserta umat sebagai Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang selama 13 tahun dan Keuskupan Agung Jakarta selama 14 tahun. Tetapi kemarin pk. 12.00 waktu Roma atau pk. 17.00 WIB, seperti juga telah kami beritakan lewat media elektronis, Bapa Suci Benedictus XVI telah menerima pengunduran diri saya sebagai Uskup Agung, Keuskupan Agung Jakarta. Selanjutnya Mgr. Ignatius Suharyo adalah Uskup Agung kita yang baru. Maka ujud syukur kita tambahkan, yaitu bersyukur karena Keuskupan Agung Jakarta sudah mendapat Uskup Agung baru dalam diri Mgr. Ignatius Suharyo. Mari kita mohon berkat bagi Bp. Uskup Agung yang baru dan bagi saya juga. Kita merayakan ekaristi hari ini, bertepatan dengan Pesta dua rasul Agung Petrus dan Paulus. Kita pantas mohon berkat bagi perkembangan iman umat dalam Gereja kita sendiri maupun berkat melimpah bagi kebaikan hidup di tengah masyarakat kita. Semoga semangat kedua rasul itu dapat kita warisi.

1. Injil hari ini mengisahkan Yesus yang menanyai murid-murid-Nya, siapa Dia menurut mereka. Ketika mereka menjawab: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan Elia, dan ada pula yang mengatakan Yeremia, atau salah seorang dari pada nabi” (Mt 16:14), Yesus tidak puas lalu bertanya kepada mereka: “Lalu apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mt 16:15). Yesus menghendaki murid-murid-Nya mengenali Dia secara pribadi dan mengenali identitas Yesus secara mendalam. Kita sudah menjawab bersama dengan St. Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Engkaulah Penebus dan Penyelamat kami.

2. Memang inti dan dasar iman kita adalah mengenal dan mencintai secara pribadi Tuhan Yesus Kristus, dan kita semua diharapkan mengembangkan hubungan yang mendalam sehingga kita mampu untuk mengkomunikasikan kasih Kristus kepada orang-orang yang kita jumpai. St. Petrus memang sudah dipanggil mengikuti Yesus sejak awal. Ia meninggalkan jalanya, hidup bersama dan ikut mengadakan perjalanan dengan Yesus, sehingga hubungan pribadi dengan Yesus sudah makin dalam. Tetapi dalam kisah tadi ada pengalaman St. Petrus yang tidak bersumber dari pergaulan secara lahiriah, tetapi justru ada pemahaman yang mendalam tentang siapa Yesus, yang belum dimiliki oleh rasul-rasul lainnya.

3. Itulah yang juga dialami St. Paulus. Meski tak permah berjumpa dengan Yesus ketika masih hidup di dunia, dia berjumpa dengan Yesus yang sudah bangkit dalam pengalaman rohani yang mendalam. Pengalaman rohani itulah yang membuat baik St. Petrus maupun St. Paulus sangat mencintai dan setia mengabdi Yesus yang bangkit. Kita semua ini hanya dapat mengembangkan hubungan pribadi dengan Yesus secara rohani tetapi nyata, kalau dalam mengambil keputusan penting selalu atas nama-Nya, kalau segala hal yang penting kita putuskan lebih dahulu dalam doa dan renungan kita, dalam Perayaan Ekaristi menyambut komuni atau dalam adorasi Sakramen Maha Kudus. Seperti halnya St. Petrus dan Paulus dengan pengalaman hubungan pribadi secara rohani membuat mereka teguh dalam perutusan bahkan sampai menjadi martir. Kita pun akan mendapat kekuatan, hingga kita teguh dalam panggilan hidup dan tekun menjalankan perutusan kita masing-masing.

4. Setiap kali kita merenungkan “siapakah Kristus bagiku”, kita akan menemukan jawaban sama yang sekaligus baru dalam relasi personal kita dengan beliau. Kalau sedang mendapatkan pengampunan dosa, Kristus dapat tampil sebagai Juru Selamat. Ketika 41 tahun yang lalu ditahbiskan menjadi imam, motto tahbisan saya: “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati” (2 Kor 4:1). Ketika saya ditunjuk menjadi Uskup 27 tahun yang lalu, Kristus saya alami sebagai kepala Gereja-Nya yang menghendaki saya menjadi penjala manusia dan menebarkan jala di Keuskupan Agung Semarang. Lahirlah motto saya sebagai uskup: “Dalam nama Yesus” dengan kesadaran bahwa apa yang saya lakukan adalah atas dasar kehendak Yesus sendiri. Ketika Paus menghendaki saya pindah ke Keuskupan Agung Jakarta tahun 1996, bagi saya berarti Yesus minta saya menebarkan jala di tempat lainnya. Karena situasi KAJ demikian ini, Tuhan Yesus tampil sebagai yang meminta agar pastoral kita mengikuti Dia Sang Gembala baik. Sekarang ini lewat Paus Benedictus XVI Yesus mengatakan tugasmu sudah selesai dan seperti dulu Aku menghendaki agar Mgr. Ignatius Suharyo, menggantikanmu, sekarang juga demikian. Dalam kesempatan merayakan 200 tahun Keuskupan di Jakarta, saya sudah kerap mengatakan kita memperingati karya Yesus dan Roh-Nya yang kita alami dalam sejarah. Hari ini Anda semua mengalami karya Yesus yang sama dengan Roh-Nya dalam sejarah Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Mari kita laksanakan dalam bentuk sederhana dan secara simbolis saat penting, momentum sejarah peralihan kepemimpinan Keuskupan Agung Jakarta saat ini. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar